Si Boca ingusan:
Demi setoples kelereng
Demi Selengan gelang karet
Demi Seikat kartu bergambar
Selembar uang kertas
Pindah dari dompet yang lebih besar kedompet yang lebih kecil tanpa pemberitahuan
Sang Ayah:
Marah takterbendung
Wajah beringas memerah
Mata melotot penuh intimidasi
Menghantam meja sampai mendentum
Suara bentakan yang nyaring
Seperti petir yang menyambar
Dengan kalimat-kalimat tajam menghujam
Kaki melayang diatas betis yang masih mungil
Siboca ingusan:
Di sudut ruangan
Hati tak karuan
Berdebar kencang
Bak kuda berlari sekuat tenaga
Menahan tangis tersedu-sedu
Butir-butir air mata berjatuhan di pipi
Tak sadar air urin membasahi celana
Dalih Sang Ayah:
Amarahku bukan benciku
Gertakanku karena sayangku
Pukulanku untuk merubahmu
Dari koruptor jadi lebih bermutu
Siboca ingusan:
Sesal didalam hati
Ikatan janji dihati
Tak ingin mengulangi
Bakti yang terus terpatri
Gumang si bocil:
Sepertinya ada yang salah
Hanya sehari
Merubah segalanya
Jumpa dengannya tak lagi sama dengan dulu
Didekatnya kedua kaki gemetar
Dihadapannya muka tertunduk
Tingkah jadi serba salah
Berucap hanya seperlunya
Tak ada lagi candaan
Tak ada lagi senyuman
Hanya muka datar Lagi kaku Yang selalu disaksikan
Jadi Tak percaya diri
Memendam dan bertindak sendiri
Daku Jadi Introvert.
Judul KUASA KEINDAHAN
Karya : Agus S
Tersambut gemilang dengan senyuman
Duhai pagiku mentari bertandang
Menerawang indah pun benderang
Kalam rintisnya sebuah kehidupan
Terdengar bunyi riuhnya merdu
Burung bernyanyi bersaut syahdu
Pada ranting-ranting pohon benalu
Bersiul gema rasa menggebu
Duhai harapan lirihnya doa
Sejuta mengisi pahatan warna
Antara gelap jua terangnya
Langkah ikuti takdir bicara
Tuhan selalu kusebut syukur
Dengan kuasamu tiada terukur
Kekayaan alam begitu subur
Menyambang kebesaran yang membaur
Judul : Akar Kekekrasan
Karya : Hari Untoro Dradjat
Wahai perubahan iklim
Angin yang memainkan musim
Terpaan yang belum juga selesai
Angin Gending menerjang tanaman.
Wahai pohon tumbang
Cabang dan ranting berserakan
Belum juga ada yang menyingkirkan
Di antara pohon masih tertanam akarnya.
Di perjalanan awal tahun
Lintasan malang melintang
Jalan mereka saling menyelinap
Seperti rayap menyantap sampai akarnya.
Anai-anai senyap bergerak
Akar-akar kekerasan menjalar
Bergerilya tampaknya seperti diam
Wajah dingin tanpa senyum ekspresif.
Perang di Eropa dibuka tanpa dialog
Pertikaian antar saudara saling lempar batu
Adanya perang karena saling adu kekuatan
Akar kekerasan dipicu oleh hilangnya rasa persaudaraan.
Judul : ABADI
Karya : Wan Hasan
Aku menyayangimu
Mengumpamakan deburan ombak dan pantai
Yang bercinta abadi dalam gemuruh dan badai
Dalam pasang dan surut
Tapi nyatanya tak pernah saling mengumpat, menyalahkan
Atau bahkan saling meninggalkan
Karena kepentingan yang tak harus sama
Kamu selalu memukul dengan hantaman gelombang
Aku tak perlu menjauh atau menghindar
Bukankah keindahan kita tercipta karena semua itu
Dan Tuhan mempertemukan kita pada batas
Antara gemuruh dan pasir
Antara matahari dan angin
Sehingga alam adalah rupa dari kasih sayang
Jejak langkah di pantai
Adalah jejak langkah kita
Yang kita lukis dengan keringat dan airmata
Maka aku katakan
Biarlah bahtera tetap berlabuh
Diantara pasir dan laut
Diantara ombak dan topan
Sebagaimana hidup yang selalu penuh dengan tantangan
Demi menuju kedamaian
Judul : LUKISAN PENA
Karya : AKSARA PUISI PENA
Mentari pagi telah duduk diperaduannya
Kunikmati hangat sentuhannya
Pena mengabadikannya menjadi sebuah lukisan
Pena langit mewarnai pagi dengan semburat senyuman malu malu gadis ayu
Gadis ayu itu menghipnotis pandanganku,
Dengan guratan senyum lugu.
Yang tersugu di paras wajah lugu sang gadis ayu
Aku tergugu ditepian pagi
Aksaraku mengècap keindahan gadis ayu itu
Aleniaku terasa beradu antara indah dan syahdu
Syahduku bagai irama pagi dengan rasa kècap yang manis dari cinta si gadis Ayu
Itulah rasa manis gadis ayu dan itulah yang kau pinta pada pagi ...sayangku.....
Karya : Sabadtitus jhian krisnoto
Judul : Tidak menghargai
Semakin hari tampah semaki sedih
Wajah yg dulu senyum sekarang menjadi pedih
Memang aku kelihatan seperti orng bodoh
Yang tak perna menghargai ketulusan cinta ini
Sekarang waktu sudah terganti
SayangMu itu sudah hilang dan pergi
Di mana kah...
Akan ku cari senyumMu itu lagi
Yang selalu menyemangati ku di pagi hari
Dan memberikan kesegaran pada malam ini
Kini penyesalan menghampiri
Lara tak mampu ku hindari
Coba sedari itu ku mengalah
Kemungkinan tak ada salah.
Judul : Balada Sore Ini
Karya : Dhanirama
Kota kumuh menunggu belas kasihan
Ketidak ramahan yang menjadi-jadi
Menumpang di tanah lahir, terampas
Tak pelik, begitulah buah keacuhan
Korban citra, korban harap
Baru tersadar seabad kemudian, sambil menagih janji
Besok ia akan cerita, "dahulu kala itu tanah moyangku"
Orang muda sudah bosan dengar dongeng
Tak ubahnya kisah bawang merah bawang bombay atau bekicot emas.
"Ahhh, saatnya kerja kerja kerja, perut menunggu minta ditambal, dongeng tidak bikin perut kenyang".
Balasnya kepada bapaknya, kepada kakeknya, kepada buyutnya, kepada moyangnya
Biar kepala kosong, biar hati kosong, asal perut tetap terisi
Begitulah prinsip yang kini jadi warisan.
Terpaksa makan yang mahal-mahal
Sederhana sudah jadi barang mewah
Suroto dan Karman cuma bisa menyeruput liur yang mengalir
Ketika alek dan boy cerita menu sarapan tadi pagi, tahu dan tempe goreng
Raja dan pembantunya berbangga, ekonomi meroket katanya
Daya beli meningkat, rakyat sanggup beli makan mahal adalah bukti
Para pemirsa mengangguk-angguk saja
sembunyikan kebingungan di laci lemari
"Kalau tak beli yang mahal lalu makan apa?"
Pengakuan disini yang diutamakan
Kenyataan nomer sekian
Kebohongan, kemunafikan dan kebencian
Jatuhkan kebenaran dan keikhlasan
Tuhan sudah tak laku lagi
Boleh saja dinista, asal jangan isi istana dan penasehatnya
Tuhan sudah tak laku lagi
Tidak untuk dipatuhi, cukup ritual budaya saja
Tuhan sudah tak laku lagi
Jangan dibawa-bawa, cukup pengakuan saja
"Kami masyarakat religius yang berlandaskan ketuhanan"
Pengobral ketololan terselamatkan, dipuja
Pesan Tuhan dan hati nurani dihardik, diserapah, dikebiri dalam kerangkeng
Sudahkah tuan-tuan yang terhormat leluasa lagi puas?
Sisa-sisa kecut keringat yang tersimpan dibalik bantal, terendus juga.
Tiada mual, tiada iba
Terbalut kesehatan, tanah suci dan kesejahteraan.
Sore ini,
Aku mengingat-ingat balada itu.
Judul : CERITA SANG PENA
Karya : Riesavatama
Lidahku kelu membeku
Kaku tak bergerak
Suaraku tertahan tak mampu
Tak kuasa satu katapun terucap
Tapi pikiranku bergerak liar
Mengajakku menari nakal
Merayuku untuk berdansa dalam khayal
Memaksaku untuk terbuai
Sekali lagi coba teriak
Tapi hanya nafas yang terdengar
Tak sanggup aku bicara
Untuk uraikan untaian kata
Pena tua menatapku nanar
Tintanya hampir habis sudah
Kuraih pena tua letakan disela jariku
Angin menuntun pena ditanganku
Penaku mulai bergerak
Lembut ikuti irama hati
Gemulainya menari diatas helai kosong
Dan penaku mulai bicara
Penaku bercerita tentang tangis dalam tawa
Dongengkan tawa dalam tangis
Tentang indahnya kehidupan
Dan tentang perihnya kenyataan
Tak terasa penaku bergerak semakin lambat
sang waktu menghisap semua
Membuat penaku lemah
Dan akhirnya diatas kertas itu penaku rebah
Judul : TANYA
Malam bertajuk bintang
Tapi,ku tak melihat ada bulan disana?
Setitik cahaya mengintip di balik rimbunnya atap rumah
Seakan ia malu menampakkan wajahnya.
Ku dengar sang bintang bercengkrama asyik dengannya
Tapi,tak ku lihat redupnya sang bintang?
Sinarnya terus memancar menghiasi gelapnya malam
Ku kira hanya kisah dongeng belaka yang membuatnya indah.
Aku tak mampu lagi menuliskan kata-kata
Semua kalimat yang tersirat,ada padanya
Sang rembulan hanya tersenyum manis ketika angin menyapanya
Mungkinkah ada sisa untuk bertanya?
Share This :
0 comments